Selasa, 14 Desember 2010

Sebuah catatan dari Hut ke-3 Technique Theatre

TECHNIQUE THEATRE :
“Tiga Tahun Tonggak Berkesenian Mengakar Di Bumi Fatek Unima”
(Sebuah catatan dari Hut ke-3 Technique Theatre)
Oleh: Kalfein Wuisan

Berawal dari sebuah pemberian diri dan pemahaman yang sama untuk menumbuhkembangkan kesenian dalam kehidupan generasi muda khususnya mahasiswa fakultas teknik Unima, lewat minat/bakat dibidang seni dan telah melalui sebuah fase perkembangan berkesenian yang cukup signifikan serta patut diperhatikan. Maka proses kesadaran dan evaluasi adalah jalan untuk menggapai ide-ide cemerlang guna mewujudkan suatu tujuan yang kreatif serta inovatif dari para mahasiswa fakultas Teknik Unima dibidang Theatre, Musik, dan Sastra. Itu kemudian menjadi landasan filosofis kehadiran Technique Theatre sebagai sebuah wadah bekesenian pertama di fatek yang terbentuk 8 november 2007 silam.
Sebagai sebuah pengharagaan untuk mengingat titik tolak awal sejarah baru berkesenian yang telah ditorehakan tiga tahun silam, sebuah acara perayaan hari lahir proses kesadaran berkesenian sebagai sebuah organisasi mandiri, maka pada 8 november 2010 Technique Theatre menyelenggarakan acara selebrasi hut nya yang ke-3. Bertempat di kantin Fatek Unima acara dimulai pada pukul 01.45 wita yang di hadiri oleh 9 anggota yaitu Kalfein Wuisan, Rendy Iroth, Allan Simbar, Kristian Rantung, Lucky Mamahit, Marko Tulean, Bryan Koloay, Marfil Darossa dan 3 orang simpatisan T T. Mengusung tema kesederhanaan dalam ucapan syukur, acara selebrasi hut Technique Theatre tersebut diadakan dalam konteks kekeluargaan dengan segala ‘kekurangan’ serta kesederhanaan yang telah mengakar dalam diri anggota Technique Theatre. Acara tersebut diawali dengan sebuah ungkapan doa, diikuti prologue dan pembacaan sebuah puisi bahasa manado berjudul “Sandiri” karya Shintia Mambu (Juara 1 lomba T A C 2010) oleh Kalfein Wuisan, di lanjutkan dengan sambutan oleh BP TT, dalam hal ini disampaikan oleh bendahara, Rendy Iroth. Hal yang menarik dari selebrasi tersebut ialah pada acara puncaknya yaitu penggubahan proses pemasangan lilin dan pemotongan kue hut,seperti acara hut pada umumunya, secara simbolik di lakukan dengan acara aneh/unik ala TT, yaitu pemasangan sebatang rokok dan pemotongan 3 buah pisang goreng, makan ‘dabu-dabu’ serta minum segelas air bersama. Sebagai pengganti lilin, pemasangan sebatang rokok menyimbolkan bahwa semangat berkesenian telah disulut sejak tiga tahun silam dan telah membakar jiwa berkesenian anggota TT hingga sekarang. Adapun jumlah pisang dalam pemotongan tiga buah pisang goreng sebagai pengganti kue ultah modern, menyimbolkan usia TT secara organisatoris di Fatek Unima telah mengukir angka 3 tahun. Sementara rasa pedas (prosesi makan “dabu-dabu”) dan rasa segar (minum segelas bersama) menggambarkan suka duka, rintangan yang dialami selang tiga tahun berdiri. Acara kemudian di lanjutkan dengan rapat evaluasi, selanjutnya dilaksanakan pemilihan pengurus baru TT periode 2010-2011, yang kemudian memandatkan Allan Simbar sebagai Ketua, Lucky Mamahit sebagai Sekretaris, sementara posisi Bendahara di jabat oleh Bryan Koloay. Sebagai penutup acara, Marfil Darossa menghantar akhir rangkaian acara dengan doa.
Sebagai pembuktian tiga tahun Technique Theatre berkarya lewat teater ,music dan tulisan (cerpen,essay,puisi) serta bereksisitensi penuh di lingkungan kampus Unima sebagai salah unit kegiatan mahasiswa, membuktikan sekaligus menepis rumor yang menyatakan bahwa Fatek kalah bersaing dalam hal berkesenian sebab fatek bukan basis seni. Namun selang tiga tahun berlalu telah banyak karya dan prestasi yang di torehkan anggota TT dengan mewakili Fatek bahkan Unima di kancah seni tingkat daerah maupun nasional. Secara langsung menepis anggapan dan rumor miring yang seolah=olah memandang remeh serta mendiskriminasikan Fatek dalam hal berkesenian. Sebab ini bukan masalah baik atau buruk hasil dari apa yang telah kita lakukan melainkan langkah awal memulai merupakan hal utama serta penting dalam proses kreatif berkesenian. Dan akhirnya satu hal yang patut dicatat tebal sebagai sebuah perenungan untuk kita seperti mengutip ucapan Pramoedya Ananta Toer: “Orang boleh pandai setingggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang tertelan masyarakat dan lenyap dari pusaran arus sejarah”.
Lart Pour Lart !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar